"FILSAFAT SAMKHYA DAN FILSAFAT WEDANTA"
A. Filsafat
Samkya
Dewasa ini agama Hindu telah
menjadi agama besar dunia yang tidak hanya menghasilkan seorang Dayananda dan
Tilak tetapi juga seorang Gandhi dan Sarvepalli Radhakrishnan, seorang
Aurobindo Ghose dan Krishnamurti, warga dunia yang sesungguhnya dan nabi-nabi
bagi sebuah agama universal. Apa yang telah terjadi atas agama Hindu ini tidak
terlepas dari ajaran agamanya juga tentang kefilsafatannya yaitu filsafat
India.
Dalam konteks keilmuan bahasa
Sanskerta, filsafat
India ini dikenal dengan istilah Sad Darshana yang merupakan suatu
pandangan yang benar terhadap apa yang harus dilakukan oleh seseorang baik
moral maupun material untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan yang tertinggi
dan abadi (moksa).
Kata Darshana sendiri
berarti “melihat”,
“pengelihatan” atau “pandangan”. Dalam ajaran Filsafat Hindhu darshana berarti “pandangan tentang kebenaran”
Sad darshana berarti
enam pandangan tentang kebenaran yang mana merupakan dasar dari filsafat Hindu. Adapun pokok-pokok ajaran
Sad darshana antara lain: Samkhya, Yoga, Mimasa, Nyaya, Waisiseka, Dan Wedanta.
Namun dalam makalah ini kami
hanya mencantumkan pengertian dari filsafat sankhya saja karena pembahasan
mengenai filsafat lainnya akan dibahas dalam pembahasan lain. Adapun pengertian
dari kata Sankya berarti ”Pemantulan”, yaitu pemantulan falsafati. Oleh karena
itu aliran ini mengemukakan bahwa orang dapat merealisasikan kenyataan terakhir
dari filsafat ini dengan pengetahuan. Pembangun konsep dari filsafat ini adalah
Rsi Kapila yang diperkirakan hidup pada zaman sebelum Buddha.Sistem filsafat Samkhya kadangkala dinamakan pula dengan
istilah Nir Iswara Samkhya tidak
menyebut nama Tuhan. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh Kapila adalah
karenaTuhan itu sulit untuk dibuktikan. Inilah suatu pernyataan yang menarik
untuk diperbincangkan karena Samkhya mengakui
adanya Purusa (roh) sebagai asas tertinggi. Cukup banyak penulis yang
menyinggung tentang Samkhya dan dapat
kita nikmati sampai detik ini, salah satunya adalah Samkhya Karika yang ditulis oleh Iswarakresna.
1. Konsep Purusa dan Prakerti
Ajaran pokok dari samkhya ialah
bahwa adanya dua zat asasi yang bersama-sama membentuk realitas dunia ini yaitu
purusa dan prakrti, roh dan benda atau asas rohani dan asas bendani . Purusa adalah asas
bendani yang kekal, yang berdiri sendiri serta tidak berubah, berbeda dengan upanishad, samkhya tdak mengakui adanya
satu roh atau satu jiwa yang bersifat universal atau umum, yang kemudian dengan
bermacam-macam. Sekalipun purusa tidak
dapat diamati, namun ada dengan nyata hal ini dibuktikan dengan:
1.
Susunan alam semesta Menunjukan,
bahwa beradanya alam semesta alam itu tentu bukan demi kepentingan diri
sendiri, melainkan demi kepentingan sesuatu yang berbeda dengan alam semesta
itu sendiri. Hal ini dapat disamakan dengan tempat tidur itu sendiri, melainkan
demi kepentingan orang yang akan menidurinya. Demikianlah dunia berada bukan
demi kepentingan dunia sendiri, melainkan untuk kepentingan yang bukan bukan
dunia, yang bukan benda yaitu roh, purusa.
2.
Segala manusia berusaha untuk
mendapatkan kelepasan. Hal ini mengharuskan kita menyimpulkan, bahawa tentu ada
sesuatu yang dapat mendapat kelepasan itu yang tentu bukan yang bersifat badani
yaitu purusa.
3.
Tiap hal yang ada, berada secara
sendiri-sendiri, artinya dilahirkan sendiri, mati sendiri, memiliki
organismenya sendiri dan seterunya.yang jika disimpulkan banyak sekali
individu, ada banyak sekali purusa.
Mengenai prakrti diuraikan bahwa prakrti
atau asas bendani adalah sebab pertama alam semesta, yang terdiri dari unsur-unsur
kebendaan dan kejiwaan atau psikologis. Sama halnya dengan purusa, prakerti juga tidak dapat diamati, namun nyata-nyata ada.
Bahwa prakerti ada dengan kesimpulan
yang diambil dari pertimbangan – pertimbangan berikut:
1.
Tiap hal yang ada di dalam dunia
berifat terbatas. Apa yang bersifat terbatas bergantung kepada sesuatu yang
tidak terbatas, dan yang berdiri sendiri, yang menyebabkan adanya hal-hal yang
terbatas itu. Adapun yang bersifat tidak terbatas ituadalah prakrti.
2.
Tiap hal memiliki sifat-sifat
tertentu yang juga dimiliki oleh segala sesuatu yang lain.sifat-sifat itu
umpamanya: kesenangan dan kesusahan. Hal ini menunjukan bahwa ada satu sumber
bersama yang mengalirkan sifat-sifat itu. Sumber itu adalah prakrti.
3.
Segala akibat timbul dari aktifitas
suatu sebab aktifitas yang menyebabkan dunia ini tentu berasal dari suatu sebab
pertama.yaitu prakrti.
4.
Suatu akibat tidak mungkin menjadi
sebabnya sendiri. Oleh karena itu tentu ada suatu sebab asasi. Yang menyebabkan
adanya segala macam akibat itu. Sebab asasi itu tidak lain adalah prakrti.
5.
Alam semesta mewujudkan suatu
kesatuan . adanya suatu kesatuan mewujudkan adanya suatu sebab yang menyatukan.
Yaitu prakrti.
Menurut ajaran Samkhya ada tiga sumber pengetahuan yang benar (Tri Pramana). yaitu
Pratyaksa (pengamatan langsung), Anumana (didasarkan atas kesimpulan), dan
Sabda pramana (pernyataan). Tentang pengetahuan yangdidapat atas dasar Sabda
dapat dibagi dua yaitu Laukika =
kesaksian yang diberikan oleh orang yang dapat dipercaya; Waidika = kesaksian Weda.
Di dalam etika Samkhya tidak membedakan seseorang atas golongannya untuk
mempelajari kitab suci Weda. Setiap orang dianjurkan untuk mengendalikan
pikiran agar terjadi keseimbangan di dalam dirinya sendiri dan lingkungannya.
Menurut Samkhya pribadi yang tampak
bukanlah pribadi yang sebenarnya melainkan khayalan, pribadi yang sesungguhnya
adalah purusa atau roh itu sendiri.
Tujuan akhir dari ajaran Samkhya adalah kelepasan. Kelepasan
dapat dicapai oleh seseorang bila ia menyadari bahwa purusa tidak sama dengan alam pikiran, perasaan dan badan jasmani.
Bila seseorang belum menyadari akan hal itu, maka ia tidak akan dapat mencapai
kelepasan. Akibatnya ia mengalami kelahiran yang berulang – ulang (samsara/punarbhawa). Jalan untuk
mencapai kelepasan adalah melalui pengetahuan yang benar, latihan kerohanian
yang terus – menerus untuk merealisasikan perbedaan purusa dan prakerti dan
cinta kasih terhadap semua mahluk (tatwam
asi). Dengan demikian Samkhya menekankan
pada jalan jnana dalam wujud wiweka dan kebijaksanaan untuk
melepaskan purusa dari jebakan prakerti (tri guna).
2.
Ajaran Tentang Kelepasan
Ajaran tentang Moksa atau kelepasan
merupakan tujuan akhir dari filsafat Samkhya. Hidup di dunia ini adalah
campuran antara senang dan susah. Banyak kesenangan dapat dinikmati, banyak
pula kesusahan dan sakit yang diderita orang. Bila seseorang dapat menghindar
dari kesusahan dan sakit, maka ia dapat menghindarkan diri dari ketentuan dan
kematian. Ada tiga macam sakit dalam hidup ini, yaitu : Adhyatmika, Adibhautika
dan Adidaivika. Adhyatmika adalah sakit karena sebabnya dari dalam badan
sendiri seperti kerja alat-alat tubuh yang tidak normal dan gangguan perasaan.
Dengan demikian ia merupakan gangguan jasmani dan rohani seperti sakit kepala,
takut marah dan sebagainya. Adibhautika adalah sakit (Vyadhi) yang disebabkan
oleh faktor ,luar tubuh, seperti terpukul, kena gigitan nyamuk dan sebagainya.
Adidaiwika adalah penyakit (Vyadhi) yang disebabkan oleh kekuatan gaib seperti
setan, hantu dan lain-lainnya. Tidak seorangpun yang ingin menderita sakit
semuanya ingin hidup bahagia. Lepas dari susah dan sakit tetapi kenyataanya
tidaklah demikian. Selama orang masih berbadan lemah, selama itu sukha dan
dukha, sakit dan sehat selalu berdampingan. Dengan demikian itu suka dan dukha.
Sakit dan sehat selalu berdampingan. Dengan demikian tidak perlu bercita-cita
hidup yang menyenangkan terus, cukup hidup yang normal, biasa-biasa saja dengan
berusaha melepaskan penderitaan atas dasar pikiran yang sehat. Dalam ajaran
Samkhyakelepasan itu adalah penghentian yang sempurna dari semua penderitaan.
Inilah tujuan terkhir dari hidup kita.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi memperingan hidup kita, namun tidak dapat melepaskan kita dari
penderitaan sepenuhnya. Samkhyamengajarkan bahwa cara mencapai kelepasan itu
ialah melalui pengetahuan yang benar atas kenyataan dunia ini. Tiadanya
pengetahuan itulah yang menyababkan seseorang menderita. Dalam banyak hal
orang-orang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang hukum alam dan hukum
kehidupan terbentur pada masalah yang membawanya pada kesedihan. Berbeda halnya
dengan orang-orang berpengetahuan akan menerima dan menikmati kenyataan hidup
ini. Namun karena pengetahuan terhadap kenyataan itu tidak sempurna, maka ia
tidak sepenuhnya lepas dari penderitaan. Kelepasan itu hanya akan dicapai bila
pengetahuan terhadap kenyataan itu sudah sempurna.
Menurut Samkhya Roh ( Purusa ) itu
bukan badan, dan badan selalu ingin dipuakan. Menyamakan roh dengan badan
adalah kebodohan, kebodohan adalah akar penderitaan. Kelepasan tercapai bila
seseorang menydari perbedaan itu. Untuk mencapai bila seseorang menyadari
perbedaan itu. Untuk menyadari hal itu denagan sempurna perlu latihan rohani
dan renungan kebatinan yang terus menerus. Ajaran tentang hal ini diuraikan dalam
ajaran Yoga. Dua macam kelepasan itu, yaitu Jiwanmukti, yakni kelepasan Roh
selama hidup ini, dan Widehamukti, yakni kelepasan ( Moksa ), terlepasnya Atman
(roh) dari ikatan badan kasar dan badan halus (Sthula dan Suksma sarira ).
Inilah tujuan filsafat Samkhya. Pertemuan Purusa dengan Prakrti disebut
Samyoga, Purusa merupakan sinarnya Prakrti disebut Bhokta. Dan Sifat Prakrti
yang tidak pernah diam disebut Samyawastha. Kebodohan disebut Awiweka dan
pengetahuan untuk membedakan Purusa dan Prakrti (Roh dan badan, yang kekal dan
yang sementara/Ksanika)disebut Wiwekajnana. Inilah ajaran yang mendasar dalam
Samkhya.
Tugas
manusia adalah berbuat sedemikian rupa, sehingga jiwanya dapat kembali kepada
asalnya (Tuhan). Jalan kelepasan ada tiga; Pertama, Jnana-Marga. Jalan
kelepasan melalui pengetahuan akan kebenaran yang tertingggi. Kedua,
Bhakti-Marga. Jalan kelepasan dengan melalui kasih dan pemujaan kepada Purusa
yang tertinggi. Ketiga, Karma-Marga. Jalan kelepasan dengan penaklukan kehendak
sendiri kepada tujuan Tuhan. Ketiga
jalan kelepasan ini sama-sama menuju satu tujuan, yaitu kelepasan. Orang
mendapatkan kelepasan melalui segala segi kesadaran hidup. Tak ada perbedaan
mutlak antara jalan-jalan itu. Ini disebabkan kehudupan ilahiyah yang tak
terpisah-pisah adanya Tuhan
adalah Sat (kenyataan), Cit (kebenaran), Ananda (kebahagiaan). Tuhan yang
demikian itu menyatakan dirinya sebagai terang yang kekal bak matahari pada
tengah hari kepada orang-orang yang mencari pengetahuan. Tetapi ia menyatakan
diri sebagai keadilan yang kekal kepada mereka yang bergumul bagi kebajikan.
Akhirnya Tuhan menyatakan diri sebagai kasih keindahan, kesucian yang kekal
kepada mereka yang mencarinya dengan kasih dan pemujaan. Sebagaimana Tuhan mempersatukan di dalam
dirinya sendiri hikmat, kebaikan dan kesucian, demikianlah manusia harus
menuju kepada hidup rohani yang tak terpisah. Dengan demikain, kelepasan
terdiri dari persekutuan jiwa dengan jiwa tertinggi, yaitu menyaksikan,
mengalami dan menghayati hidup ilahi. (Harun Hadiwijoni, 1982:29-30)
3. Tujuan Akhir Ajaran Samkhya
Tujuan akhir dari Ajaran Samkhya adalah kelepasan. Kelepasan dapat
dicapai oleh seseorang bila orang tersebut menyadari bahwa purusa tidak sama
dengan alam pikiran, perasaan, dan badan jasmani. Bila seseoarng belum
menyadari hal itu, maka ia tidak akan dapat mencapai kelepasan, akibatnya ia
mengalami kelahiran yang berulang-ulang. Jalan untuk mencapai kelaepasan adalah
melalui pengetahuan yang benar, latihan kerohanian yang terus
menerus,merealisasikan perbedaan purusa dan prakerti serta cinta kasih terhadap
semua makhluk. Dengan demikian samkhya menekankan pada jalan jnana dalam wujud
wiweka dan kebijaksanaan untuk melepaskan purusa dari jebakan prakerti.
B.
Filsafat Wedanta
1.
Wasistadwaita
Pemecahan sangkara terhadap persoalan yang di timbulkan
Upanisad yaitu bahwa Brahman, di satu pihak di anggap sama dengan jiwa
perorangan dan dengan dunia, akan tetapi di lain pihak di bedakanya, ternyata
belum memuaskan segala pihak. Pembedaan sangkara antar Brahman yang
tidak bersifat, dan Brahman yang bersifat (Nirguna dan Saguna Brahman) belum
dapat di terima oleh semua golongan. Setelah jaman sankara timbul lah
perdebatan tentang Brahman, yaitu apakah Brahman harus di pandang sebagai tanpa
sifat (Nirguna) atau sebagai sifat (Saguna).
Pemecahan
yang lain diberikan oleh Ramanuja (1050-1137). Ia berusaha mempersatukan ajaran
sekte Wisnu dengan filsafat Wedanta. Ramanuja menulis buku berjudul Sri Bhasya dan menulis komentar tentang
Bhagawadgita. Aliranya di sebut dengan Wasistadwaita. Wasistadwaita berasal
dari kata Wasista dan dwaita. Wasista berarti “yang di terangkan” atau “yang di
tentukan” yaitu oleh sifat-sifatnya. Jadi Brahman yang satu itu diberi
keterangan oleh sifat-sifatnya.
Cara
Ramanuja menjelaskan pandanganya itu adalah dengan mempergunakan “cara orang
memakai bahasa” pada umumnya. Di dalam kenyataan sehari-hari kita sering
mengidentikkan hal-hal yang sebenarnya berbeda; umpamanya Mawar adalah merah. Mawar adalah Subtansi, sedangkan merah adalah
suatu sifat. Jadi keduanya tidaklah sama. Akan tetapi kita menguraikanya
seolah-olah keduanya itu sama: “mawar adalah merah” suatu teladan yang lain.
Dimana kita menyamakan dua hal yang berbeda ialah di dalam ucapan: “aku seorang
laki-laki”. Aku adalah jiwa yang hidup sedangkan orang laki-laki adalah bentuk
yang fana. Oleh karena itu keduanya tidaklah sama, namun di identikkan juga.
Ucapan-ucapan seperti yang terdapat pada kedua contoh ini memang tidak dapat di
kenakan kepada orang dan pakaian atau
orang dan tongkat sebagainya. Tidak dapat dikatakan “orang itu adalah
pakaian dan sebagainya. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa “orang itu memiliki
pakaian” atau orang itu memiliki tongkat.
Dengan
demikian jelaslah bahwa:
a) Hubungaan
antara “Mawar” dan “Merah” serta “Aku” dan “Seorang laki-laki” berbeda dengan
hubungan antara “orang dengan pakaian atau tongkat”. Pada contoh yangpertama
hubungan kedua unsur itu lebih erat antara mawar dan merah dibandingkan dengan
orang dan pakaian atau orang dengan tongkat.
b) Bahwa
hubungan yang terdapat pada orang dan pakaian atau tongkat itu hanya mewujudkan
suatu penggabungan belaka.
Hubungan yang
terdapat antara “Mawar dan Merah” antara “aku dan orang laki-laki” adalah
merupakan hubungan yang tidak dapat dipisahkan, kalau pada “Mawar dan merah”
merupakan hubungan subtansi dan sifat, sedangkan hubungan antara ”aku dengan
orang laki-laki” adalah hubungan subtansi rohani dan subtansi badaniah (jiwa
dan tubuh = aku dan laki-laki). Hal ini menyatakan bahwa kata yang pertama
dinyatakan oleh kata yang kedua (mawar diterangkan oleh merah, jiwa diterangkan
oleh laki-laki). Keduanya tidak bisa dipisahkan hubunganya (parthak siddhi).
Dengan demikian pula halnya hubungan antara Brahman dengan jiwa dan Brahman
dengan dunia, hubungan antara dua subtansi yakni yang satu rohani dan yang satu
lagi badani. Baik jiwa maupun dunia tidak dapat digambarkan lepas dari pada
Brahman. Hubungan antara Brahman dan jiwa sama dengan hubungan antara jiwa
dengan badan manusia. Demikian juga ubungan antara Brahman dan dunia. Brahman
adalah jiwanya dunia, yang sekaligus menjiwao jiwa manusia. Ketiganya dapat di
gambarkan sebagai dua lingkaran yang berpusat satu. Pusatnya adalah Brahman,
sedangkan jiwa adalah lingkaran yang kecil, dan dunia adalah lingkaran yang
kecil, dan dunia adalah lingkaran yang besar, yang berada diluar. Jikalau
demikian, maka dapat dikatakan ketiga-tiganya, Brahman jiwa dan dunia adalah
sama-sama nyata (riil) namun tidak sama, tidak identik, tidak ada pada dataran
yang sama, seperti halnya dengan jiwa dan badan manusia adalah sama-sama nyata
(riil) namun tidak identik.
Kesimpulanya
adalah bahwa Brahman, jiwa dan manusia memang berbeda, tetapi tidak dapat
dipisah-pisahkan, sekalian tiga-tiganya adalah kekal. Tekanan diletakkan pada:
berbeda tetapi berhubungan yang erat sekali.
Ajaran Adwaita
menekankan bahwa tidak dualisme, sebab Brahman adalah satu. Di dalam
Wasistadwaita di tekankan bahwa yang satu itu diterangkan atau di tentukan oleh
sifat-sifatnya, Brahman yang tunggal itu menjelma dalam jiwa dan manusia serta
menjiwai kedua-duanya. Pendirian yang demikian itu diterapkan kepada segala
ucapan, umpamanya disebutkan; “bunga teratai biru” ini adalah merupakan satu
kesatuan, yabg terdiri dari;
a) Subtansi
benda yaitu bunga.
b) Penguraiannya
dengan kedua kualitas yang berbeda keadaannya dengan subtansi tadi, yaitu
kualitas, “kebiruan” dan “keterataian”, semua ini sangat bergantungan, unsur
yang kedua bergantung kepada unsur yang pertama secara tak terpisahkan. Ketiga
unsur itu berada secara simultan atau pada waktu bersamaan.
Suatu contoh
yang lain, jika melihat seorang jejaka, disebut “itu orang”. Orang tersebut dua
puluh tahun yang lalu adalah bayi. Jadi jejaka dahulu bayi sekarang sudah
jejaka, tetapi orangnya sama. Hal ini menunjukkan jiwa yang semula menjelma
pada bayi itu sekarang menjelma pada jejaka. Jiwanya adalah satu. Disini ketiga
unsur; jiwa, bayi dan jejaka, saling bergantungan, dan bahkan berada pada waktu
yang bersamaan, melainkan waktu yang berurutan.
Kesimpulanya ialah baik yang dijelmakan maupun yang dikwalifisir adalah sama,
sedangkan unsur yang menjelmakan atau yang mengkwalisir berbeda, sekalipun
tidak dapat dipisahkan. Dasar pemikir Ramanuja banyak yang
memberi pujian dalam hal pemecahan masalah Wasistadwaita ini, sebab secara
formal memang memecahkan kesukaran-kesukaran yang di timbulkan upanisad, yaitu
bahwa disatu pihak Brahman dibedakan dengan jiwa dan dunia tetapi di lain pihak disamakan
juga.
Ramanuja
berpendapat; “Memang benar Brahman berbeda dengan jiwa dan berbeda dengan
dunia” tetapi dia juga mengatakan “Memang benar Brahman sama dengan jiwa dan
sama dengan dunia ketigannya tidak dapat dipisahkan. sekalipun demikian perlu
dipersoalkan apakah pemisahan ini sehat? sekalipun ada unsure-unsur kebenaran
dalam pandangan Ramanuja ini akan tetapi sukar untuk di anggap sebagai sosok
dengan keseluruhan ajaran Upanisad. Unsur-unsur kebenarannya adalah:
a) Tuhan
atau Brahman berbeda dengan jiwa dan berbeda dengan dunia.
b) Tuhan
adalah pengawas dan tidak ada akhir-akhirnya yang berbeda dalam jiwa dan
didalam dunia ini.
Mengenai
kategori-kategori diajarkan, bahwa ada dua kategori yaitu: subtansi dan yang
bukan subtansi yaitu kualitas atau sifat.
Yang dimaksud
dengan subtansi adalah apa yang mengalami perubahan. Sekalipun Ramanuja
mengajarkan adannya enam subtansi namun yang akan di bicarakan disini hanya
tiga saja yang menjadi pembicaraan yang penting.
2.
Dwaita
Aliran ini menganggap dirinya sama tuanya
dengan Upanisad, tidak ada yang dapat menentukan apakah anggapan itu benar?
yang jelas ialah orang yang terkenal atau sebagai tokoh yang terkenal atau
sebagai tokoh aliran ini adalah madhwa (1199-1278), jika kita perhatikan
dari masa kehidupan para tokoh aliran wedanta ini, madhwa yang paling muda.
Dwaita mula-mula
berpengaruh dibagian barat india, akan tetapi kemudian pengaruhnya menjalar
kebagian yang lebih luas. Madhwa sangat berpengaruh pada saat itu sehingga
dikenal sebagi Purnaprajna artinya: orang yang telah mendapat fikiran yang
sempurna. Madhwa juga di panggil oleh orang tuanya dengan nama Wasudewa. Hasil karyannya yang gterkenal
ialah komentar atas kitab-kitab Upanisad.
Atas kitab Bhagawadgita dan Wedanta – sutra serta beberapa tulisan
lainya.
Sistim ? Wedanta
seperti yang dianjurkan oleh Madhwa disebut Dwaita
(dualis) sebab menurut Madhwa pokok-pokok ajaran filsafatnya adalah
perbedaan (bheda). Sistim ini disebut juga realistis karena mengakui bahwa
dunia ini nyata bukan maya. Akhirnya sistim ini juga bersifat theitis, karena
menerima adanya Tuhan yang pribadi sebagai satu-satunya kenyataan yang berdiri
sendiri (swatantra) dengan kata lain Madhwa mengakui/percaya. Dengan adanya
manifestasi dari Tuhan yang beraneka ragam.
Dasar ajaran Madhwa adalah mengakui adanya kenyataan yang beraneka ragam di
dunia ini, semua mampu mempunyai cirri dan sifat tersendiri, sehingga
menimbulkan perbedaan-perbedaan. Pada prinsipnya perbedaan itu adalah
segala sesuatu yang mempunyai wujud tersendiri. Umpama; sapi sendirinya berbeda
dengan kambing. Menyebut sapi dengan sendirinya menunjuk perbedaannya dengan
kambing dan sebaliknya, menyebut kambing dengan sendirinya menunjuk kepada
perbedaan kambing dengan sapi. Oleh karena itu sebenarnya orang tidak mampu
mengetahui du hal sekaligus, guna untuk mengetahui perbedaan kedua itu demikian pula halnya
dengan filsafat tidak mampu membedakan sekaligus, tanpa mengenal satu persatu
terlebih dahulu.
Menurut Madhwa
di dunia ini ada lima macam perbedaan yaitu:
1) Perbedaan
antara Tuhan dengan Jiwa,
2) Perbedaan
antara Jiwa dengan Jiwa yang lainya,
3) Perbedaan
antara Tuhan dengan benda
4) Perbedaan
antara Jiwa dengan benda,
5) Perbedaan
antara benda yang satu dengan benda yang lainya.
Semua itu berbeda berbeda secara mutlak, sekalipun perbedaan itu tidak
berarti bahwa semua itu tidak saling bergantungan umpamannya; tubuh bergantung
dari pada jiwa, sekalipun keduannya sangat berbeda sekali. Hanya
ada satu hal yang tidak bergantung pada hal yang lain yaitu adalah Tuhan,
tetapi sebaliknya yang lainya bergantung pada Tuhan.
Tuhan, jiwa dan
benda ketigannya sama-sama kekal adannya, sekalipun demikian hanya Tuhan yang
merdeka dan bebas, yang bergantung pada siapapun dan apapun. Tuhan adalah
kenyataan yang tertinggi dan memiliki sifat-sifat yang kaya sekali. Walaupun
tuhan dapat di mengerti, akan tetapi Tuhan tidaak dapat dikenal oleh umat
secara menyeluruh dan secara sempurna. Tuhan yang berhakekat-kan pengetahuan
dan kegirangan itu adalah suatu pribadi, yang memiliki suatu kepribadian yang
mutlak.
Menurut Madhwa
bahwa didunia ini ada banyak jiwa yang tidak terhingga jumlahnya. Tiap jiwa
berbeda dengan jiwa yang lain. Itulah sebabnya tiap orang memiliki pengalaman
sendiri-sendiri, memiliki cacat sendiri, memiliki sengsara sendiri, dan
seterusnya. Jiwa-jiwa itu berbentuk atom akan tetapi karena dipengaruhi oleh
ikatan duniawi (nafsu) maka jiwa ini ikut menderita atau bahagia, padahal sebenarnya
jiwa itu kekal dan abadi penuh kebahagiaan. Oleh karena di bungkus oleh
karma wesana maka jiwa-jiwa itu ikut
menderita, sengsara dan pada saatnya
akan kembali numitis ke dunia ini.
Secara umum
dijelaskan bahwa jiwa yang ada didunia ini mempunyai tingkatan-tingkatan yaitu:
a) Jiwa-jiwa
yang bebas secara kekal (nitya), seperti umpamannya Laksmi, istri atau sakti
Wisnu,
b) Jiwa-jiwa
yang telah mencapai kelepasan dari
sengsara (mukta) yaitu para Dewata, para Rsi dan nenek moyang yang telah
mendapat kelepasan,
c) Jiwa-jiwa
yang terbelenggu (baddha), oleh segala papa dan dosa, jiwa terbelenggu ini ada
dua kelompok yaitu:
1)
Jiwa-jiwa yang
masih dibebaskan (mukti yogya),
2)
Jiwa-jiwa yang
tidak dapat dilepaskan lagi, ini terdiri dari dua jenis juga yaitu:
· Jiwa
yang untuk selamanya terikat akan hukum samsara.
· Jiwa-jiwa
yang terus diikat oleh hukum samsara yang lebih rendah yakni jiwa yang
dilahirkan menjadi jenis yang lebih rendah, hal ini tergantung pada jenis papa
dan dosa yang dideritanya.
Ajaran Dwaita
tentang proses terjadinya pengetahuan pada umumnya sama dengan ajaran Nyaya dan
Waisesika, akan tetapi ajaranya tentang pengetahuan itu sendiri ada bedannya.
Menurut Dwaita pengetahuan adalah suatu bentuk dari alat-alat (manas), sehinnga
pengetahuan itu bersifat pada manas, bukan pada pribadi manusia. Namun dalam
proses pengetahuan itu sendiri manusialah yang menjadi pelakunnya, sebab
pribadi manusialah yang memprakarsai proses itu, sehingga ada hubungan antara
pribadi manusia dan pengetahuan yang timbul.
Pengetahuan yang
benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan kenyataan yang ada di luar manusia.
Pengetahuan yang salah juga memiliki obyeknya. Adapun obyeknya ialah “apa yang
tidak ada” (asat). Hal ini diterangkan demikian; orang memiliki seutas tali
sebagai seekor ular (kenyataannya tidak benar). Aliran Nyaya – Waisesika
mengajarkan, bahwa ular itu ada, sekalipun bukan di tempat itu, melainkan di
tempat lain. Dwaita berpendapat, bahwa ular itu tidak ada, baik di tempat itu,
maupun di tempat lain. Kesalahan pengetahuan itu adalah bahwa apa yang tidak
ada di sangka ada. Obyek pengetahuan yang salah memang tidak ada secara
kenyataan, hanya bayangan saja yang menyebutkan ada seperti melihat ular,
padahal tidak ada ular yang ada hanya tali saja,. Orang-orang pada umumnya
bingung, menyangka yang sesungguhnya tidak ada dikatakan ada; hal ini di
sebabkan oleh kegelapan pikiran manusia yang disebut dengan Awidya.
Sangat membantu , makasi udah share :)
BalasHapus