"FILSAFAT YOGA-WAISESIKA DAN FILSAFAT NYAYA-MIMAMSA"
A.
Filsafat Yoga dan Waisesika
Ajaran
Yoga sangat populer dikalangan Umat Hindu. Adapun pembangunan ajaran ini
adalah Maharsi Patanjali. Ajaran ini adalah
merupakan anugrah yang luar biasa dari Maharsi Patanjali kepada siapa
saja yang ingin merasakan kehidupan rohani. Bila kitab weda merupakan
pengetahuan suci yang sifatnya teoritis, maka Yoga merupakan ilmu yang sifatnya
praktis dari ajaran Weda. Ajaran ini merupakan bantuan bagi merekan yang ingin
meningkatkan diri dalam bidang rohani.
Dalam ajaran Jainisme dan Buddhisme juga
terdapat tradisi yoga. Namun dalam makalah ini pemakalah tidak akan membahas
yoga dalam ajaran tersebut tetapi fokus pada yoga dalam konteks Hinduisme saja.
1.
Filsafat Yoga
a.
Pengertian
Yoga
Secara etimologi, kata yoga diturunkan dari kata yuj ( sansekerta), yoke (Inggris), yang berarti ‘penyatuan’ (union). Yoga berarti
penyatuan kesadaran manusia dengan sesuatu yang lebih luhur, trasenden, lebih
kekal dan ilahi. Menurut Panini, yoga diturunkan dari akar sansekerta yuj yang memiliki tiga arti yang
berbeda, yakni: penyerapan, samadhi (yujyate) menghubungkan (yunakti), dan pengendalian (yojyanti). Namun makna kunci yang biasa dipakai adalah ‘meditasi’ (dhyana) dan penyatuan (yukti).
b.
Tokoh Yoga
Pendiri dari sistem Yoga adalah Hiranyagarbha dan Yoga yang didirikan oleh Maharsi Patanjali
merupakan cabang atau tambahan dari filsafat Samkhya, yang memiliki daya tarik tersendiri bagi para murid yang
memiliki temperamen mistis dan perenungan. Tulisan pertama tentang ajaran Yoga
karya Maharsi Patanjali adalah kitab Yoga Sutra, walaupun unsur-unsur ajarannya
sudah ada jauh
sebelum itu. Ajaran yoga sebenarnya sudah terdapat di dalam kitab Smrti,
demikian pula dalam Itihasa dan Purana. Setelah buku-buku Yoga Sutra muncullah
kitab-kitab Bhasya yang merupakan komentar terhadap karya patanjali,
diantaranya Bhasya Nitti oleh Bhojaraja dan lain-lain. Komentar-komentar ini
menguraikan ajaran Yoga karya Patanjali yang berbentuk Sutra berupa kalimat
pendek yang padat isinya. Sistem
filsafat yang dipakai untuk mendasari Yoga ini terang diambil dari ajaran
Samkhya, karena memang filsafat Yoga ini berhubungan erat sekali dengan
Samkhya. Di dalam buku Filsafat Hindu yang di susun oleh I Wayan Maswinara
dikatakan bahwa Yoga bersifat lebih Orthodox dari pada filsafat Shamkhya,
karena Yoga secara langsung mengakui keadaan Isvara, sehingga sistem filsafat Patanjali ini merupakan Sa-Isvara.
Samkhya,
karena
adanya Isvara atau Purusa istimewa (khusus) didalamnya, yang tak tersentuh oleh
kemalangan, penderitaan, kerja keinginan dan sebagainya. Patanjali mendirikan sistem filsafat ini dengan latar belakang
metafisika dan Samkhya menerima 25
prinsip atau Tattva dari Samkhya. Yoga menerima pandangan
metafisika dari prinsip Samkhya, tetapai lebih menekankan pada
sisi praktisnya guna realisasi dari penyatuan mutlak Purusa atau sang Diri.
Kata Yoga artinya ialah hubungan.
Hubungan antara roh yang berpribadi dengan roh yang Universal yang tidak
berpribadi. Tetapi patanjali mengartikan Yoga sebagai cittawrtti nirodha yaitu menghentikan geraknya fikiran.
Roh pribadi dalam sistem Yoga memiliki
kemerdekaan yang lebih besar dan dapat mencapai pembebasan dengan bantuan
Tuhan. Kalau sistem samkhya
menetapkan bahwa pengetahuan merupakan cara untuk mencapai pembebasan, maka
dalam sistem Yoga menganggap bahwa konsentrasi, meditasi, dan Samadhi akan membawa kepada Kaivalya atau terkandung dalam kesan-kesan
dari keanekaragaman fungsi mental dan konsentrasi dari energi mental pada
Purusa yang mencerai dirinya.
Menurut Patanjali, Tuhan merupakan Purusa istimewa atau Roh khusus yang tak
terpengaruh oleh kemalangan, karma, hasil yang diperoleh dan cara memperolehnya,
pada-Nya merupakan batas tertinggi dari benih ke-Maha Tahuan. Yang tak
terkondisikan oleh waktu, yang selamanya bebas dan merupakan Guru bagi para
bijak jaman dulu.
c.
Yoga
Sutra
Seluruh kitab
Yoga Sutra karya Patanjali terdiri atas 4 bagian yang terdiri diri 194 Sutra. Yaitu:
1.
Samadhipada. Samadhipada isinya
memuat penjelasan tentang sifat dan tujuan melaksanakan Samadhi juga
menerangkan tentang perubahan-perubahan pikiran dan pelaksanaan ajaran Yoga.
2.
Sadhanapada. Sadhanapada isinya memuat
tentang cara pelaksanaan yoga seperti cara mencapai Samadhi, tentang kedudukan, tentang karma phala dan
sebagainya.
3.
Virbutipada. Virbutipada isinya
memberikan uraian tentang daya-daya supra alami atau Siddhi yang adapat dicapai
melalui pelaksanaan Yoga.
4.
Kaivalyadapa. Kaivalyapada isinya
melukiskan tentang alam kelepasan dan kenyataan rokh yang mengatasi alam
duniawi atau menggambarkan sifat dari pembebasan.
Ajaran
filsafat Yoga yang terpenting adalah citta (pikiran) citta dipandang sebagai
hasil pertama dari prakrti yang juga meliputi Ahamkara dan Manas. Didalam citta ini Purusa dipantulkan dengan
penerimaan pantulan Purusa Citta ini menjadi sadar dan berfungsi. Tiap citta
berhubungan dengan satu tubuh sehingga dengan demikian Purusa dibebaskan dari
belenggu badan dalam kehidupan sehari-hari citta disamakan dengan wrtti, yaitu bentuk-bentuk perubahan
citta dalam penyesuaian diri dengan objek pengamatan. Melalui aktifitas citta
ini, purusa tampak bertindak, bergirang atau menderita.
Prubahan
citta dapat diklasifikasikan kedalam lima macam, yaitu:
1.
Pramana, alat pengenalan
yang meluputi pengamatan, penyimpulan, dan kesaksian yang benar.
2.
Wiparyaya, pengetahuan yang
palsu, yang didasarkan atas gambaran yang keliru atas hal yang diamati, yang
slalu tampak sebagai Awidya
3.
Wikalpa, pengetahuan yang
berdasarkan sabda, bukan berdasarkan kenyataan. Sehingga juga mewujudkan
pengetahuan yang tidak nyata.
4.
Nidra, tidur dan mimpi
5.
Smerti, ingatan atau
kenangan yang keduanya bekerja tanpa bahan-bahan baru.
Pengamatan
yang benar hanya melalui Tripramana
aktifitas citta menimbulkan kecendrungan yang terpendam, yang selanjutnya
menimbulkan kecendrungan yang lain. Demikianlah Samsara berputar, manusia ditaklukan oleh klesa yang terdiri dari:
1.
Awidya, yaitu
pengetahuan yang salah seperti menganggap yang tidak kekal, yang bukan rokh
sebagai rokh, yang tidak suci sebagai yang suci, dan sebagainya.
2. Asmita (keakuan), aitu
pandangan yang salah yang memandang Rokh itu sama dengan buddhi atau manah.
3. Raga (keterikatan), raga
atau nafsu keinginan dan alat-alat pemuasnya.
4. Dwesa (dendam), dwesa
ialah kebencian atau dendam.
5. Abhiniwesa
(takut terhadap kematian), yaitu rasa takut pada kematian semua
makhluk.
Untuk dapat terlepasnya Purusa
dari ikatan Prakirti, seorang harus dapat melepaskan writti yaitu dengan melepaskan klesa,
sebab klesa merupakan dasar
tebentuknya karma yang menimbulkan awidya.
Jadi
dalam hidup manusia terdapat satu rangkaian yang tiada putusnya, yaitu
perputaran writti dan klesa. Lepasnya ikatan dapat tercapai
melalui pengendalian diri (wairagya),
sehingga dapat membedakan yang pribadi dan yang bukan pribadi.
d.
Raja
Yoga dan Hatha Yoga
Yoganya Maharsi
Patanjali merupakan astaga Yoga atau Yoga dengan delapan anggota, yang
mengandung disiplin pikiran dan tenaga fisik. Hatha Yoga membahas tentang
cara-cara mengendalikan badan dan pengaturan pernafasan, yang memuncak pada
Raja-Yoga, melalui sadhana yang progresif dalam Hatha Yoga sehingga hatha Yoga
merupakan tangga untuk mendaki menuju tahapan Raja-yoga. Bila gerakan nafas
dihentikan dengan cara Kumbhaka,
pikiran menjadi tak tertopang dan pemurnian badan melalui say-karma (6 kegiatan
pemurnian badan) yaitu Dhauti
(pembersihan perut), Basti (bentuk
alami pembersihan usus), Neti (pembersihan
lubang hidung) Trataka (penatapan
tanpa kedip terhadap sesuatu objek), Nauli
(pengadukan isi perut) dan kapalabhati
(pelepasan lendir melalui semacam pranayama
tertentu), serta pengendalian pernafasan merupakantujuan langsung dari
Hatha-yoga. Badan akan diberikan kesehatan, kemudahan, kekuatan dan kemantapan
melaksanakan Asana, bandha dan Mudra.
e.
Tujuan
Yoga
Tujuan
utama Yoga ialah membebaskan manusia dari ketiga jenis penderitaan, yaitu:
1. Yang
timbul dari kelemahan, kesalahan tingkah laku dan penyakitnya.
2. Yang
timbul dari perhubungannya dengan makhluk-makhluk lain, seperti Harimau,
pencuri dan sebagainya.
3. Yang
timbul dari perhubungannya dengan Alam diluar, seperti elemen-elemen dan
daya-daya abstrak, halus dan sukar diketahui.
Hal tersebut
bisa dicapai dengan cara berikut:
a. Dengan
jalan tanpa pelekatan serta tidak terikat pada dunia, tapi tidak berarti harus
mengisolasikan dirinya.
b. Dengan
jalan mengendalikan fikiran serta kreasi-kreasinya, agar dengan demikian
sekaligus membersihkan kesadaran yang nyata.
c. Berusaha
mencapai penggabungan roh individu dengan roh univeral secara positif dan
mutlak. Kondisi ini dikenal sebagai samadhi
dan merupakan tujuan sejati dari Yoga.
Yogi (pengikut
Yoga) berusaha mencapai keadaan bebas seluruhnya dari roda hidup dan mati. Ia
memandang Alam sebagai suatu daya kekuatan yang bekerja dalam dua jurusan. Dari
dalamnya ia berjuang untuk memisahkan, dari dalamnya ia berjuang untuk
menggabungkan kembali. Kekuatan dalam disebut Hidup, kekuatan luar disebut
mati. Tujuan Yoga adalah menggabungkan kedua kekuatan tersebebut.
B. Filsafat Nyaya dan Mimamsa
Telah kita ketahui aliran filsafat Nyaya tergolong kedalam kelompok filsafat Astika
(Ortodok) yakni filsafat yang mengakui kedaulatan dan kebenaran Weda. Sesungguhnya
Nyaya membicarakan tentang Filsafat dan metode untuk mengadakan penelitian kritis
dan logis. Maka setidaknya itulah yang melatarbelakangi penulis
makalah ini untuk mengutarakan secercah pengetahuan tentang filsafat Nyaya yang
merepresentasikan pada sebentuk Tuhan dan Kelepasan.
1. Filsafat
Nyaya
Jika
ke empat system pemikiran india lainnya (samkhya,yoga,purva- mimamsa dan
vedanta) adalah bersifat spekulatif, Dalam arti bahwa mereka menjelaskan
alam-semesta sebagai satu kesatuan menyeluruh, maka sistem nyaya-vaishenhika
mewakili tipe filasafat analisis serta menjungjung tinggi akal sehat dan sains.
Ciri khas system nyaya adalah penggunaan metode sebagai sains,yakni pemeriksaan
logis dan kritis, mereka mencoba untuk mengembalikan subtansi-subtansi
tradisional, jiwa di dalam diri dan alam (nature) di luar diri, tanpa
semata-mata berdasarkan otoritas. Kaum nyaya mengakui kebenaran segala sesuatu
berdasarkan akal-budi (reason). Yang membedakan system nyaya dari system
lainnya adalah perlakuan kritis terhadap masalah metafisika. Vacaspati
mendefinisikan tujuan nyaya sebagai pemeriksaan kritis atas objek pengetahuan
melalui pembuktian logis. Sistem nyaya sebenarnya juga menjelaskan mekanisme
pengetahuan secara mendetail serta beragumen melawan skeptisisme yang
menyatakan bahwa tidak ada yang pasti.
Sistem
ini sejak lama diperlakukan sebagai bagian dari satu keseluruhan, system
vaisheshika dipakai untuk melengkapi system nyaya,dan banyak sutras dalam
sistem nyaya mengandaikan system vasheshika.Menurut Jacobi, “penyatuan kedua
system ini sudah mulai sejak awal dan mencapai puncaknya pada saat nyayavarttika
ditulis.
Sejak
dahulu kala, filsafat nyaya sudah mendapat penghormatan besar.Bahkan Manu
sendiri memasukkannya dalam katagori surti. Yajnavalkya menganggapny sebagai
salah satu dari ke-empat ruas weda. Dalam studi klasik tentang hinduisme, terdapat
lima subjek, yakni sastra (kavya),drama (namaka),retorika (alamkara),logika
(tarka), dan tata bahasa (uyakarana).Setiap system filsafat hindu menerima
prinsip dasar logika nyaya.Jadi,system nyaya berfungsi sebagai sebuah pengantar
bagi semua filsafat sistematis.
a. Ruang
Lingkup Nyaya
Secara
harfiah, kata “Nyaya” berarti sarana yang membimbing pikiran untuk mencapai
suatu kesimpulan. Kata Nyayalantas menjadi setara dengan ‘Argumen”,karena itu
system filsafat yang menggunakan argument secara menyeluruh disebut filsafat
nyaya. Secara popular, nyaya berarti ‘benar’ atau ‘lurus’,sehingga nyaya
menjadi sains tentang penalaran yang benar.Dalam arti sempit, ‘nyaya’ berarti
penalaran silogistis,sedangkan dalam arti yang luas , ‘nyaya berarti
peme-riksaan objek melalui bukti-bukti dan menjadi sebuah sains pembuktian atau
pengetahuan yang benar.Semua pengetahuan mengimplikasikan empat kondisi :
1. Subjek
pengenal (pramatr)
2. Objek
(prameya)
3. Kondisi
hasil dari pengenalan (pramiti)
4. Sarana
pengetahuan (pramana)
Setiap
tindakan sah atau tidak sah, melibatkan tiga unsure, yakni : subjek
pengenal,isi apa yang disadari oleh subjek,dan hubungan pengetahuan antara
keduanya,yang dapat dibedakan walaupun tidak dapat di pisahkan.Hakikat
pengetahuan sebagai sah atau tidak sah tergantung pada unsure ke-empat yakni
‘pramana’.
Filsafat nyaya bukan hanya
mempertanyakan cara serta sarana yang dipakai oleh pikiran manusia untuk
mengerti dan mengembangkan pengetahuan,tetapi juga menafsirkan fakta-fakta
logis dan mengungkapkannya dalam rumusan yang logis. Pramana lantas menjadi
ukuran pengetahuan melalui mana kita dapat memeriksa dan mengevaluasi
pengetahuan yang sudah ada di dalam diri kita. Karenanya, logika adalah sains
pembuktian atau pengukuran bukti.Masalah kebenaran memiliki dampak penting bagi
teori metafisika. Sistem nyaya merupakan sebuah metafisika tentang
realitas.Jadi, ia bukan hanya merupakn logika formal semata, tetapi juga
sebagai sebuah epistemology penuh,yang menggabungkan diskusi tentang
psikologi,metafieika gan teologi.
b. Subtansi
dan Katagori
Filsafat
nyaya mulai dengan pustulat bahwa semua pengetahuan secara hakiki atau kodrati
menunjuk pada sebuah objek di luar dirinya dan bersifat mandiri. Objek-objek
ini bukan hanya bersifat mandiri,lepas dari pengetahuan, tetapi juga lepas dari
satu sama lainnya,dokri ini dapat digambarkan sebagai realisme plualistis.
Namun kita tidak dapat mengasumsikan bahwa data pengetahuan adalah tidak
berhubungan satu sama lainnya.Keragaman benda-benda yang dialami dapat dibagi
menjadi dalam kelompok-kelompok yang disebut ‘subtansi’. Nyaya-vaishehika
membagi subtansi menjadi Sembilan macam yakni :
1. Tanah
(prithivi)
2. Air
(apah,jala)
3. Api
(tejas)
4. Udara
(vayu)
5. Eter
(akasha)
6. Waktu
(kala)
7. Ruang
(dik)
8. Diri
(atman)
9. Pikiran
(manas).Kesembilan subtansi ini bersama-sama dengan berbagai sifat dan
hubungannya menjelaskan seluruh semesta alam.
Subtansi-subtansi di atas tidak dengan sndirinya selu
amenjelaskan menjelaskan seluruh alam semesta, namun hanya berfungsi sebagai
kerangka- kerja.Dalam objek individual dalam alam, system nyaya-vasheshika
meletakkan objek dalam enam katagori berbeda yakni :
· Kualitas
(guna)
Katagori ini
mencakup 24 gunas, yakni warna (rupa), rasa (rasa), bau (gandha), sentuhan
(sparsa), angka (sankhya), ukuran (parimiti), perbedaan (prthaktva), hubungan
(samyoga), pemisah (vibhaga), kedekatan (paratva), berat (gurutva), kecairan
(daravatva), kekentalan (sneha), suara (sacda), pengetahuan (buddhi), keinginan
(iccha), kebencian (dvesa), usaha (yatna), kebaikan/jasa (dharma), keburukan
(adharma), dan kesan laten (samskara).
· Tindakan
atau macam-macam gerak (karma)
Yang berhubungan dengan unsure dan
kualitas, namun uga memiliki realitas mandiri,ada lima macam gerak yakni : ke
atas, ke bawah, mendatar,mengerut, dan mengembang.
· Universalia
(samanya)
Aspek objek yang memberikan label secara
umum menurut sipat yang paling umum, imi agak mirip dengan idenya plato.
Seperti contoh “ ide ‘kesapian’ adalah tunggal dan tidak dapat dianalisis. Ide
itu selalu hidup,tetapi tidak dapat dimengerti melalui dirinya sendiri,namun
hanya melalui dengan se ekor ‘sapi’ dan kesapian dipahami sebagai dua entitas
berbeda.
· Individualitas
(visesa)
Katagori ini menunjukkan ciri atau sifat
yang membedakan sebuah objek dari objek lainnya.
· Hubungan
niscaya (samavaya)
Dimensi objek ini menunjukkan hakekat
hubungan yang mungkin kalitas-kulitasnya yang inheren.
· Penyangkalan,negasi,non-eksistensi
Katagori ini menunjukkan sebuah objek
yang telah terurai atau larut dalam partikel subatomic terpisah melalui
pelarutan universal dan ke dalam ketiadaan.
System nyaya
menerima empat sumber pengetahuan : persepsi,penyimpulan,analogi dan bukti
terpercaya. Ada juga nyaya mengajarkan ada empat
cara atau alat untuk mencari atau mendapatkan pengetahuan yang benar yakni :
1. Sabda
pramana dapat dibedakan atas dua hal yaitu :
·
Kesaksian yang
diberikan oleh orang yang dapat dipercaya karena keluhuran dank e tinggian budi
nya yang dinyatakan dalam kata-katanya yang di sebut pula laukita.
·
Kesaksian atau
kebenaran weda,nyaya menyakini bahwa weda merupakan wahyu tuhan,maka kesaksian
kitab weda dipandang sbagai kesaksian yang sempurna serta tidak dapat dibantah
kebenarannya (weda merupakan kebenaran yang mutlak)
2. Upamana
pramana yaitu mendapatka pengetahuan yang benar dengan objek yang dilihat
kemudian. Contoh: seseorang yang tidak tahu dengan binatang
singa. Dari seorang zoolog dia mendapatkan keterangan bahwa singa itu bentuknya
menyerupai anjing namun muka dan kepalanya kelihatan lebih garang.pada suatu
ketika orang yang mendapat keterangan tentang nama (sebutan) singa itu berjumpa
dengan binatang serupa anjing di kebun binatang,maka dia dapat membandigkan
keterangan yang dia terima dengan binatang yang dilihatnya serta dapat meyakini
bahwa binatang tersebut adalah singa. Dengan menghubungkan sedemikian rupa
akhirnya seoarang memiliki pengetahuan yang benar tentang suatu binatang. Cara
seperti ini berlaku pula pada objek-objek yang lain.
3. Anunama pramana yaitu cara mendapatkan pengetahuan yang
benar denagn penyimpulan dari suatu peristiwa. Contoh :ditempat jauh dari kita
dapat melihat ada asap mengepul.maka dapat kita simpulkan bahwa sebelum asap
itu tentu ada sesuatu yang terbakar oleh api.
4. Pratyaksa
pramana merupakan cara mendapatkan pengetahuan denagn pengamatan langsung.alat
yang dipakai untuk mengamati sesuatu dibedakan menjadi dua yaitu :
·
Pengamatan
melalui panca indera.
·
Pengamatan yang
bersifat transenden atau yang luar biasa.
Contoh:
seorang yogi dapat mengetahui sesuatu yang tidak dapat diamati oleh
indera orang biasa.ini disebabkan karna seorang yogi dapat berhadapan dengan
sasaran yang mengatasi indera manusia.kekuatan seperti itu dimiliki karna
menguasai dan menghubungkan prana pada dirinya dengan prana
makrokosmos.Umpamanya : seutas tali disangka se-ekor ular.Kesalahan bukan
terletak pada objek atau sasaran yang disajikan yaitu “seutas tali” sebab objek
/atau sasaran itu benar-benar ada.Kesalahan ada pada keterangan tambahan atau
keterangan sifatnya (disangka ular).Sekali demikian harus di ingat bahwa ular
benar-benar ada,hanya saja mungkin di tempat lain bukan waktu orang melihat
seutas tali tadi. Jadi kesalahan
terletak pada perbuatan member corak/sifat kepada sesuatu yang sebenarnya tidak
memiliki oleh sesuatu yang diamati.
c. Tuhan
Karena nyaya
menyakini keberadaan weda, maka penganut nyaya (naiyayika)percaya akan adanya
tuhan dan tuhan disamakan denagn siwa.Untuk membuktikan adanya tuhan nyaya
mengemukakan dua macam pembuktian tentang tuhan yaitu:
a) Bukti
Kosmologi, pembuktian ini menyatakan bahwa dunia ini
adalah akibat dari suatu sebab. Oleh karena itu tentu ada sebab yang pertama
dan utama.sebab itulah tuhan. Tidak ada sebab pertama kecuali tuhan karena
segala sesuatu yang diketahui oleh manusia memiliki kemampuan yang terbatas
selain tuhan.tidak ada sesuatu sebagai penciptanya sendirikecuali tuhan.
b) Pembuktian
teologis, pembuktian ini menyatakan bahwa di dunia
ini ada suatu tata tertib dan atura tertentu sehingga dunia ini menampakkan
suatu rencana yang berdasarkan pemikiran dan tujuan tertentu. Tentu ada yang
mengadakan rencana dan tujuan tersebut.yang mengadakan itulah tuhan.
Tuhan disebut
juga paratman karena tuhan termasuk golongan jiwa tertinggi yang bersifat kekal
abadi, berada dimana-mana. Memenuhi alam dan merupakan kesadaran agung.
Nayan juaga
meyakini kebenaran huku karma sehingga menyatakan bahwa mahluk-mahluk di dunia
terikat akan haasil usahanya (karmanya). Setiap
mahluk hidup tentu berbuat sesuatu demi hidupnya. Dan ini akan menimbulkan
suatu ikatan. Karena keterikan itu menyebabkan
jiwatnya menjadi terbelenggu oleh hasil karmanya yang akhirnya mengakibatkan
mahluk meengalami suka dan duka (derita).Jiwa mengalami kelahiran selama
jiwatnya itu terikat akan pahala karma.selain itu pula jiwatma akan menglami
kelahiran .hal itu disebabkan karena ketidak tahuan (awidya)terhadap kebenaran
sejati.
d. Kelepasan
Kelepasan
merupakan tujuan dari mahluk (manusia).Kelepasan akan dapat dicapai denagan
melalui pengetahuan yang benar dan sempurna. Pengetahuan itu akan didapat dari
tuntunan tuhan melalui ajarannya. Sebagai wujud dari kelepasan iyalah terbebasnya
jiwatma dari kelahiran kesenangan maupun penderitaan. Agar kelahiran dan penderitaan terhenti maka hendaklah
aktifitas (kerja)dihentikan sehingga terwujudlah kelepasan yaitu suatu keadaan
yang tidak terikat akan karma ataupun phala karma.Untuk menghentikan aktifitas
maka orang harus melandasi hidupnya dengan pengetahuan kebebasan sejati sehigga
dengan pengetahuan itu orang akan bebas dari ketidak tahuan yang menyebabkan
orang menjadi sadar dan bebas dari keinginan,kesalahan dan penyelewengan.Dengan
demikian jiwatma akan bebas dari kerikil derita,tercapailah kelepasan.
2. Filsafat Mimamsa
Hindu
tidak hanya kaya akan konsep ketuhanan tetapi juga kaya akan konsep filsafat
yang dikenal sebagai sad darsana atau enam cabang filsafat dimana masing-masing
filsafat memberikan penggambaran akan Tuhan yang pada akhirnya bertujuan untuk
mengajarkan bagaimana mencapai Brahman atau Tuhan. Darsana identik dengan “visi kebenaran” yang satu dengan yang lainnnya
saling terikat. Filsafat Hindu memiliki karakter khusus yang menonjol yaitu
kedalaman dalam pembahasannya, yang mencerminkan bahwa filsafat itu telah
dikembangkan dengan sepenuh hati dalam mencari kebenaran. Semangat
pembahasan yang menyeluruh dari konsep yang nampak berbeda lebih dihargai
karena memiliki ketelitian dan kesempurnaan yang dicapai kebanyakan aliran
pemikiran India. Apabila kita membuka karya lengkap mengenai Vedanta, kita akan
menemukan pernyataan dari pandangan seluruh aliran filsafat seperti Carvaka,
Bauddha, Jaina, Saiikhya, Yoga, Mimamsa, Nyaya dan Vaisesika, yang dibicarakan
dan dipertimbangkan dengan ketelitian penuh tanpa ada kesan menyalahkan satu
dengan yang lain; demikian pula halnya karya agung mengenai filsafat Bauddha
atau Jaina, juga membicarakan pandangan filsafat lainnya. Sudah barang tentu
kita akan mendapatkan bahwa banyak permasalahan dari filsafat Barat
kontemprorer dibicarakan dalam sistem filsafat India. Disamping itu, kita
mendapatkan bahwa para sarjana pribumi dengan dasar pendidikan menyeluruh dalam
filsafat India, akan mampu menangani berbagai masalah filsafat bahkan
permasalahan filsafat Barat yang rumit sekalipun dengan ketrampilan yang
mengagumkan.
Filsafat
Hindu bukan hanya merupakan spekulasi atau dugaan belaka, namun ia memiliki
nilai yang amat luhur, mulia, khas dan sistematis yang didasarkan oleh
pengalaman spiritual mistis dan spiritual. Filsafat ini merupakan hasil
kepekaan intuisi yang luar biasa. Sad darsana yang merupakan 6 sistem filsafat
hindu, merupakan 6 sarana pengajaran yang benar atau 6 cara pembuktian kebenaran.
Adapun bagian-bagian dari Sad
Darsana adalah :
1.
Nyaya, pendirinya adalah Gotama dan
penekanan ajarannya ialah pada aspek logika.
2.
Waisasika, pendirinya ialah Kanada
dan penekanan ajarannya pada pengetahuan yang dapat menuntun seseorang untuk
merealisasikan sang diri.
3.
Samkhya, menurut tradisi pendirinya
adalah Kapita. Penekanan ajarannya ialah tentang proses perkembangan dan
terjadinya alam semesta.
4.
Yoga, pendirinya adalah Patanjali
dan penekanan ajarannya adalah pada pengendalian jasmani dan pikiran untuk
mencapai Samadhi.
5.
Mimamsa
(Purwa-Mimamsa), pendirinya ialah Jaimini dengan penekanan ajarannya pada
pelaksanaan ritual dan susila menurut konsep weda.
6.
Wedanta (Uttara-Mimamsa), kata ini
berarti akhir Weda. Wedanta merupakan puncak dari filsafat Hindu. Pendirinya
ialah Sankara, Ramanuja, dan Madhwa. Penekanan ajarannya adalah pada hubungan
Atama dengan Brahma dan tentang kelepasan.
Ke-6 bagian-bagian dari Sad Darsana
diatas merupakan secara langsung berasal dari kitab-kitab Weda, kalau
diibaratkan masing-masing bagian dari Sad Darsana itu merupakan jalan untuk
menuju Tuhan. Dimana untuk mencapai Tuhan kita harus melalui salah satu dari
keenam jalan tersebut. Memang jalan yang kita lalui berbeda-beda namun setiap
jalan mampunyai tujuan yang sama yaitu menghilangkan ketidak tahuan dan
pengaruh-pengaruhnya berupa penderitaan dan duka cita, serta pencapaian
kebebasan, kesempurnaan, kekekalan dan kebahagiaan abadi.
a. Pengertian Mimamsa
Adalah suatu keyakinan biasa pada
zaman Veda bahwa ucapan-ucapan Veda, dengan diterima sebagai yang tidak sesat
dan bebas dari kekeliruan dalam jalan apapun, merupakan otoritas tertinggi
untuk mengatur bagaimana orang menghayati hidup.
Secara etimologis, kata mimamsa
berarti ‘bertanya’atau penyelidikan. bagian pertama dari filasfat ini disebut Purwa-Mimamsa (Mimamsa), sedangkan
bagian kedua disebut Uttara-Mimamsa
(Vedanta). Mimamsa dan vedanta juga seringkali dijadikan satu pasangan. Sistem Mimamsa-Vedanta adalah dua bagian dari
satu filsafat yang mewakili unsur paling ortodoks dari tradisi Weda. Kedua
sistem ini menjelaskan perkembangan, tujuan, serta ruang lingkup teks Weda.
Filsafat Mimamsa yang akan dibahas
adalah Purwa Mimamsa, yang umum disebut dengan Mimamsa saja. Kata Mimamsa,
berarti penyelidikan yang sistematis terhadap Veda. Purwa Mimamsa secara khusus
mengkaji bagian Veda, yakni kitab-kitab Brahmana dan Kalpasutra, sedang bagian
yang lain (Aranyaka dan Upanisad) dibahas oleh uttara Mimamsa yang dikenal pula
dengan nama yang populer, yaitu Vedanta. Purwa Mimamsa sering disebut Karma Mimamsa,
sedang Uttara Mimamsa disebut juga Jnana Mimamsa.
b.
Sejarah Singkat Tentang Mimamsa
Sebagai tokoh aliran Mimamsa ialah
Jaimini yang hidup antara abad 3-2 SM dengan ajaran pokok yang diuraikan dalam
kitab Mimamsa-Sutra. Dalam jaman kemudian ajaran dalam mimamsa-sutra
dikomentari oleh para pengikutnya seperti : Sabaraswamin sekitar abad ke 4
Masehi dan Prabhakarya sekitar tahun 650. Serta yang terakhir oleh Kumarila
Bhata sekitar tahun 700. Oleh karena itu dalam perkembangan selanjutnya
terjadilah dua aliran dalam Mimamsa yaitu disatu pihak pengikut Prabhakara dan
yang lainnya adalah pengikut Kumarila Bhata. Kedua aliran ini tetap berpegang
pada pokok ajaran Mimamsa walaupun tujuan mereka masing-masing ada perbedaan.
c. Ajaran
Dalam Filsafat Mimamsa
Pokok pembicaraan di dalam Mimamsa ialah peneguhan
kewibawaan kitab Weda dan pembuktian
bahwa kitab Weda membicarakan upacara-upacara keagamaan. Oleh karena itu
Mimamsa juga disebut Karma-Mimamsa.
Pada zaman
Brahmana sudah dimulai adanya pembicaraan-pembicaraan tentang bermacam-macam
hal yang mengenai upacara-upacara keagamaan, dan bahwa hasil dari
pembicaraan-pembicaraan itu lalu disusun secara sistematis, yang kemudian
menimbulkan kesusateraan yang disebut Kalpa-Sutra.
Ajaran Mimamsa
dapat disebut pluralistis dan realistis, artinya: Aliran ini menerima adanya
kejamakkan jiwa dan pergandaan asas bendani yang menyelami alam semesta ini,
serta mengakui bahwa obyek-obyek pengamatan adalah nyata.
Sendi utama teori
pengetahuan Mimamsa adalah pemahaman tentang keabsahan diri pengetahuan. tidak
seperti teori pengetahuan lain yang mempertahankan bahwa klaim-klaim
pengetahuan diketahui sebagai yang benar ketika mereka berhubungan dengan
realitas, atau ketika mereka menuntun orang kepada tindakan yang berhasil, atau
ketika mereka berpadu dalam satu sistem yang konsisten. Mimamsa
menekankan bahwa kodrat pengetahuan itulah yang memberi kesaksian terhadap
dirinya sendiri. Keyakinan kita akan kebenaran klaim yang ditunjuk pengetahuan
dari kodratnya muncul sebagi satu sosok pengetahuan itu sendiri.
Mengenai alat atau
cara untuk mendapatkan pengetahuan Prabhakara mengajarkan lima cara, sedangkan
Kumarila Bhata mengajarkan enam cara termasuk yang diajarkan oleh Prabhakara.
Keenam cara itu ialah:
1. Pengamatan
(Pratyaksa)
2. Penyimpulan
(anumata)
3. Kesaksian
(Sabda)
4. Perbandingan (Upamana)
5. Persangkaan (Arthapatti)
6. Ketiadaan (Anupalabdi)
Empat bagian
diatas sama dengan apa yang diterangkan dalam filsafat Nyaya. Bila keempat cara
pertama tidak dapat dipakai untuk mendapatkan pengetahuan (kebenaran) dari
suattu peristiwa, maka akanlah dipakailah cara persangkaan. Walaupun disadari
bahwa cara ini perlu dibantu dengan cara lain untuk memperoleh cara yang pasti.
Bila terlihat
seseorang dalam keadaan senyum dan mukanya berseri-seri, maka dapat diduga
bahwa orang tersebut mendapat sukses dalam usahanya.
Kemudian Ketidak
adaan (Anupalabdhi) termasuk cara yang diajarkan oleh Kumarila Bhata dan tidak
termasuk diantara cara dari Prabhakara. Ketidakadaan ini dapat diterangkan
dengan suatu contoh, misalnya: bila seseorang masuk dan mengamati sekeliling
kamar dan mengatakan tidak ada meja di dalam kamar. Dia tidak melihat meja
karena memang tidak ada meja di dalam kamar itu. Jadi orang memiliki pengetahuan dalam hal ini
karena ketidakadaan (anupalabdhi) dan ketidakadaan itu memang tidak dapat
diamati.
Diantara
cara-cara tersebut didepan maka Mimamsa memandang bahwa cara kesaksian (sabda)
yang paling penting dan utama. Karna kesaksian adalah pengetahuan yang berasal
dari kata-kata atau kalimat-kalimat. Namun sebagai satu sarana pengetahuan yang
sah, kesaksian menunjuk hanya pada klaim-klam verbal yang berasal dari sumber
yang dapat dipercayai dan dimengerti secara benar.
Dalam hal ini
adalah kesaksian kitab weda. Wedalah kebenaran yang tertinggi dan Weda pula
sumber pengetahuan yang sempurna. Tidak seperti beberapa sistem yang lain,
Mimamsa tidak percaya akan satu pencipta dunia atau satu pengarang ilahi kitab
Weda. Sebaliknya, Weda merupakan perwahyuan langsung dan kekal dari realitas
itu sendiri.
e. Weda
Dan Dharma
Yang menjadi
tujuan pokok Mimamsa adalah : Menyusun aturan dan teknik untuk menerangkan
ajaran Weda terutama tentang pelaksanaan Dharma. Yang dimaksud dengan dharma
disini adalah upacara-upacara keagamaan yang bersumber pada Weda, termasuk pula
tuntunan kesusilaan. Dalam prakteknya Mimamsa sangat mengutamakan kesusilaan
karna dinyatakan bahwa orang yang kotor secara kesusilaan sangat sulit
dibersihkan melalui Weda. Kebersihan dalam kesusilaan merupakan syarat mutlak didalam pelaksanaan upacara.
Karna menurut Mimamsa dharma tidak menghasilkan buahnya secara langsung,
melainkan dengan pelantaraan, artinya :
sekalipun orang melaksnakan segala upacara keagamaan dengan betul dan
berdasarkan kemurnian kesusilaa, ia tidak langsung memeetik buahnya perbuatan
itu. Hal ini terlebih-lebh berlaku bagi apa yang dianggap sebagai hasil
tertinggi segala korban , yaitu sorga. Hasil ini baru akan dicapai setelah
orang meninggal dunia.
Menurut Weda,
dharma meliputi dua macam tindakan yaitu
tindakkan yang diwajibkan, baik berlaku pada umumnya, maupun yang berhubungan
dengan upacara-upacara berkala, dan tindakkan yang tidak diwajibkan, yang
fakultatip.
Mula-mula
Mimamsa mengajarkan, bahwa tujuan hidup manusia yang terakhir ialah mencapai
sorga, akan tetapi kemudian Mimamsa menyesuaikan diri dengan sistim-sistim yang
lain, yaitu Moksa (kelepasan).
Jalan untuk
mendapatkan kelepasan adalah pelaksanaanupacaraaupacara keagamaan seperti yang
diajarkan oleh kitab Weda, yaitu tindakan-tindakan yang diwajibkan dan menjauhkan
diri dari perbuatan yang terlarang. Karena keinginan yang berlebih-lebihan
untuk mempertahankan kebebasan dan keutuhan Weda, Mimamsa tidak memberikan
tempat tempat kepada Tuhan di dalam sistimnya. Weda tidak memiliki penyusun,
baik manusia maupun Tuhan di dalam sistimnya. Seandainya dunia ini dijadikan
oleh Tuhanyang mahakuasa dan maha pemurah, tidaklah mungkin di dalam dunia ada
kesengsaraan. Dunia tidak dijadikan Tuhan, sebab dunia ini tidak berawal dan
tidak berakhir. Tidak ada penciptaandan tidak ada peleburan dunia. Tidak ada
waktu dimana akan ada dunia yang lain daripada dunia sekarang ini. Oleh karena
itu juga tiada Tuhan. Bahkan dewa-dewa, yang kepadanya mula-mula korban-korban
dipersembahkan apakah ada dewa atau tidak, bukan soal yang penting.
Arti sistim
Mimamsa ialah bahwa sistim ini menyusun aturan-aturan untuk menjelaskan Weda.
Hal ini memang perlu sekali.
f. Tentang
Alam
Berbicara
mengenai alam semesta Mimamsa mengatakan bahwa alam ini real dan kekal serta
terjadi atom-atom yang kekal pula. Alam ini tidak dibuat oleh Tuhan karena alam
ini ada dengan sendirinya. Kedua aliran Mimamsa baik Prabhakara maupun Kumarila
Bhata sama-sama mengajarkan adanya empat unsur di alam ini yaitu : Substansi,
kualitas, aktifitas dan sifat umum.
Substansi menurut
Prabhakara terdiri dari sembilan (9) yaitu: Bumi, Akal, Air, Pribadi, Api, Ruang, Hawa, Waktu, Akasa.
Sedangkan
Kumarila Bhata mengajarkan ada sebelas (11) bagian substansi yaitu sembilan
yang diajarkan oleh Prabhakara dan ditambah dengan unsur lagi yaitu : kegelapan
(tamasa) dan suara (sabda).
Substansi,
kualitas dan sifat umum sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dan dibedakan
secara mutlak walaupun ketiga-tiganya mewujudkan satu kesatuan yang bulat. Dan
substansi-substansi ini bukan terdiri dari atom-atom yang tidak dapat diamati.
Hal itu disebabkan karena kitab Weda tidak menyatakan hal demikian itu.
Bagian-bagian substansi dapat dapat diamati juga, seperti debu yang tampak di
dalam sinar matahari.